Sebenarnya
aku menyiapkan tulisan ini ketika menjelang hari-hari bahagiamu. Dan bermaksud
mempostingnya tepat di tanggal 22 april 2012. Tapi urung kulakukan.. yaah tidak
sempat, karena pagi itu benar-benar sibuk. Dan kau tahu saat itu aku sedang
merapikan jas putih yang akan kau pakai untuk akad. Dan jadinya di bagian akhir
ada sedikit tambahan pada hari H.
Mari
mundur sejenak.. kembali ke masa kanak-kanak kita.. sekedar napak tilas sebelum
memasuki duniamu yang baru..
Usia
kita terpaut tiga tahun, semestinya kita adalah kakak beradik yang akrab karena
usia kita tidak terpaut jauh.. tapi begitulah uniknya kita berdua, mungkin
karena kau laki-laki dan aku perempuan.
Masa
kanak-kanak aku lebih suka mengikutimu kemana saja, tentu karena usia yang
masih lebih nyambung di banding dengan kakak perempuan yang lain yang beda
usianya denganku selang Sembilan dan sebelas
tahun.
Tapi
justru sikap itu yang membuatmu risih, bayangkan seorang anak laki-laki yang di
ikutin mulu sama adik perempuannya, apa yang di mainkan bersama teman-teman
sebayamu, itu juga yang ingin ku mainkan. Main gundu, layangan, panjat pohon,
sudah jadi hal biasa buatku. Dan semuanya selalu berakhir sama, kita akan
berkejar-kejaran, aku di depan dan kau di belakang. Tentu bukan sedang bermain,
karena wajahmu yang mengerikan seperti hendak memangsaku, dan air mata yang
melompat-lompat dari kedua kelopak mataku saat berlari pulang ke rumah
menyelamatkan diri dengan lolongan panjang. Biasanya lebih sering ku panggil
nama ‘mami’ untuk menyelamatkan hidupku saat itu. Begitulah sehari-hari, ada
saja yang membuatku berlari menyelamatkan diri. Yang mengakrabkan kita adalah
jika melakukan hal yang di sukai bersama, misalnya menonton film larut malam,
bermain basket atau bulu tangkis. Selebihnya jangan harap melihat kita berdua
tertawa bersama.
Beranjak
remaja, satu sekolah menengah pertama bersamamu benar-benar hambar, walau satu
sekolah tapi kita tidak pergi bersama dan begitu juga pulangnya. Tiap hari mami
akan berdiri di depan rumah menungguku, dan akan masuk rumah jika sepedaku
telah nangkring di samping rumah. Beliau selalu mengeluh karena kau tidak mau
menungguku untuk pulang bersama, sedangkan aku cuek.. pikirku, sudah biasa. Di
sekolah pun kau tidak mau menegurku, ‘pura-pura tidak kenal’ itu berlanjut
hingga masa kuliah yang lagi-lagi dalam naungan kampus yang sama.
Dulu
aku sering berfikir apa salah dan dosaku hingga di cuekin sebegini rupa. Tapi
lama kelamaan ku pikir itu mungkin pengaruh masa kecil kita yang kurang akrab,
padahal ketika kita lima bersaudara berkumpul, yang ada hanya tawa bahagia..
berbagi cerita tentang masa lalu, dan sekarang. Tapi akan kembali kaku bila itu
hanya kau dan aku. Yaah kau dan aku persis seperti ‘ikhwan’ dan ‘akhwat’ saat
bertemu, dingin dan kaku(jaman sekarang udeh gak ada ikhwan n akhwat yang kayak
gini.. T.T ). Berbicara seadanya, tidak ada pertanyaan yang menanyakan
“bagaimana kabarmu dik?” atau sebaliknya, bahkan di awal-awal bertemu denganmu,
kepalaku akan lebih menunduk dalam menghujam bumi.. rasa-rasanya ingin cepat
kabur menyudahi berbicara denganmu. Grogi, takut, semuanya campur aduk kayak gado-gado.
Satu
organisasi denganmu pun kurang mengenakkan, aku akan lebih di kenal dengan
sebutan, “adiknya kak ini..”, atau “adiknya akh itu.. “. Beban moril yang bikin
pusing kepala, dari masa sekolah dasar hingga sekolah menengah umum selalu di
kuntit bayang-bayang prestasi kakak-kakak itu sungguh bagai mimpi buruk!, kau
akan selalu dibandingkan dari saudara yang satu dengan saudara yang lain.
Terlebih jika tidak bisa mengungguli kalian, terutama kau kakak laki-lakiku
satu-satunya. Well, nasib anak bungsu.. hegh..
Satu
hal yang belum bisa ku biasakan denganmu adalah memanggilmu dengan sebuatan
“kak..” atau “abang”, ketika menjadi “anak buahmu” dulu ketika dipimpin olehmu dalam sebuah
organisasi keluarga ( lima bersaudara lulusan organissi yang sama ), aku lebih
sering menyebutmu dengan sapaan “akh”,
dan jika ada perlu denganmu, aku akan memilih memakai jasa perantara ikhwan
lain untuk memanggilmu, “tolong panggilkan akh itu.. “. Haha sungguh adik yang
tak berbakti, entah sejak kapan aku pun sudah lupa.. mulai tidak memanggilmu
“kak”, mungkin karena dulu aku membencimu, membenci sikapmu yang selalu
menzholimiku…
Sungguh
ini semua adalah dari sisi pandangku, mungkin jika mendengar darimu adalah hal
yang berbeda..
Kau
tak mau menegurku di depan umum mungkin karena kau malu, mungkin kau tidak mau
di ejek teman-temanmu, kau suka mengusirku ketika berbicara dengan
tetangga-tetangga laki-laki yang merupakan temanmu karena kau tidak suka
melihatku akrab dengan lawan jenis.. kau pernah tidak mau lagi memakai bajumu
yang pernah ku pakai mungkin karena di ejek temanmu.. padahal sungguh saat itu
itu aku menangisi diri dan berfikir aku bukanlah najis!. Tapi tak apa, itu
salahku juga..
Kau
tidak pernah mau memboncengku, kecuali itu terdesak atau karena intruksi dari
mami.
Yaah
mungkin sekali lagi karena kau malu atau takut di ejek, tapi mengapa kau malu
mengakuiku?, yang membuatku berfikir aku adalah anak pungut yang di temukan di
tempat sampah rumah sakit, seperti kalian( para kakak) yang suka mengejekku
ketika kecil. Tapi mengapa kau mesti takut untuk di ejek?, apakah aku buruk
rupa?, apakah karena aku tidak berprestasi?, apakah aku melakukan aib?.. tapi semua
pertanyaan itu pupus seiring ku coba selalu berhusnudzon padamu. Bagaimanapun
aku tidak terlalu mengenalmu bukan?...
Kau
tidak pernah menjemputku pada malam hari sepulang mengajar privat, tapi itu
juga karena aku tak pernah meminta, karena pernah ku bahasakan dengan tidak
langsung tapi tidak kau tanggapi, sungguh tak peka pikirku. Akhirnya aku
memutuskan tidak manja dan mandiri pulang malam walau mesti melanggar jam malam
kos, tidak peduli dengan orang-orang mabuk yang suka nongkrong di lingkaran
perumnas (Alhamdulillah tidak pernah di ganggu J
). Aku mandiri, tidak butuh kau. Hmm.. tapi mungkinkah itu caramu agar aku
mandiri, tapi aku juga perempuan yang mestinya di jaga keselamatannya.. hufh..
mungkin kau merasa sudah percaya dengan keselamatanku karena pernah mengajarkan
satu dua jurus untuk menyelamatkan diri, dan lebih tenang karena bela diri di
keluarga kita bukanlah hal yang asing, atau mungkin karena tiap malam kau sibuk
‘diisi dan mengisi’.. entah apa pun itu.. belajarlah sedikit peka, terutama
sejak kau menikah.. tapi memang begitulah sifat laki-laki, kalau ada perlu
mesti di omong langsung terang-terangan.. ^^
Oh iya
maafkan aku juga Abang, yang ketika kau sakit aku tidak menjengukmu atau
menanyakan kabarmu..
Tapi
ketahuilah, sebenarnya aku memberikan kabar sakitmu ke kakak kembar, dan
menanyakan kabarmu ke teman kosmu. Karena aku bukanlah orang yang menampakkan
perhatian terang-terangan, terlebih padamu.
Dua
puluh enam tahun umurmu dan dua puluh tiga tahun umurku..
kita
sudah dewasa, bukan lagi anak-anak yang suka bermain dan saling berkelahi..
Kita dewasa
oleh tarbiyah, di didik olehnya membuat banyak perubahan dalam pribadi
masing-masing. Kau tak lagi pemarah walau tetap menakutkan bagiku, kau mulai
bisa memboncengku, kau mulai bisa meng-sms diriku dengan panggilan ‘dik’ (
sampai mau ku jedot kepalaku ke tembok saking tidak percaya membaca sms-mu :D ), kau mulai terbuka tentang hal-hal
pribadi. Bukankah ini adalah awal yang baik untuk kita berdua?, aku selalu
membayangkan menggandeng tanganmu di depan umum, tapi pasti kau akan memasang
tampang mengerikan yang membuatku urung melakukan itu, haha.. lagipula aku tak akan
berani melakukannya.. itu memalukan buatku :D .
Bukankah
kita saudara yang unik? ^^, aku selalu iri jika mendengar atau melihat
teman-teman yang akrab dengan saudara laki-lakinya, tapi di situlah uniknya
kita.. kita berbeda.. cara memberikan kasih sayang kita berbeda..
Kau
tahu? betapa senang sekaligus malunya aku ketika kau memberikanku sebuah jam
tangan berwarna ungu lebaran lalu ( pas ketika jam tanganku pada rusak ). Si
kembar pun tak percaya kau melakukan itu.. ^^, sayangnya jam tangan itu
sekarang tergeletak di laci karena baterenya mati. Tapi perlu ku beritahukan
padamu, jika ingin memberikan sesuatu, tidak usah kau tawarkan.. langsung
berikan saja. Dan jangan kau praktekkan hal seperti itu lagi pada istrimu
nanti, jika ingin memberikan hadiah, berikan saja..
Tanggal
21 April sekarang, 26 tahun umurmu sekarang..
aku
bolak-balik Abe-entrop mengurusi kelengkapan pernikahanmu esok, me-list
kebutuhan agar tak ada yang luput. Memberi pertimbangan-pertimbangan kepada
keluarga dan melakukan reportase langsung kepada si kembar. Mematikan teleponmu
karena kesal.. yaah aku lagi kesal dengan caramu yang seolah-seolah
menyalahkanku, padahal tentu kau yang lebih bingung saat itu di rongrong dari
pihak keluarga. Harusnya aku lebih mengerti, maklum laaaah.. kan belum pernah
nikaaaaaaaaaaah… :p
Tanggal
22 April sekarang, 26 tahun umurmu, dan 23 tahun umurku sekarang..
Kita
bedua sudah bukan anak-anak lagi yang bermain bersama dan berkelahi setiap
hari..
Tarbiyah
mematangkan kita berdua setiap harinya..
Lihatlah
aku kini, sedang menyiapkan jas putih yang akan kau kenakan di hari bahagiamu
ini..
Ada
air mata pagi ini.. Mengiring akadmu..
Bisa
ku rasakan lega hinggap di pelupuk mata bapak dan mami, tuntas sudah kewajiban
mereka sebagai orang tua. Tapi ada sedikit gelisah di hatiku, aku akan
kehilanganmu.. abang yang tak pernah ku miliki akan menjadi milik orang lain..
tentu aku akan semakin tidak di pedulikan..
Aku
terlupa, bahwa hari ini aku tidak kehilangan satu-satunya kakak laki-lakiku,
justru aku akan mendapatkan satu lagi tambahan kakak perempuan.
Ada
gelisah di sudut hatiku, sainganku bertambah batinku.. sungguh berbahagia
perempuan yang menjadi menantu perempuan mami
satu-satunya , dan aku akan mulai terlupakan.
Aku
terlupa, di hari ini aku tidak akan kekurangan kasih sayang mami, justru akan
bertambah satu orang lagi yang
mengasihiku. Ada yang di bagi, ada pula yang bertambah..
Aku
berbahagia untukmu hari ini Abang, semoga pernikahanmu di berkahi oleh Allah
Azza Wa Jalla…
Tuntas
sudah misiku hari ini..
Selesai
sudah ‘perjanjian’ antara aku dengan beliau..
Menuruti
untuk semuanya sesuai runut.. mulai sekarang, akan kubuka lembar bahagiaku
sendiri..
Dan
ketika tiba saatnya, aku akan membutuhkan kalian semua kakak-kakakku.. untuk
menjadi tameng ketika ku mengatakan ‘tidak’ dan menjadi pendukungku ketika ku berkata
‘ya’…
itulah
serunya kita lima bersaudara.. karena yang mengikat kita bukan hanya ikatan
sedarah semata, namun ikatan yang lebih kuat dari itu…
Aku
menyayangi ( kata mencintai rasanya terlalu.. aaaaaahhh membuatku merinding :D
) kalian semua kakak-kakakku yang hebat!.. sungguh kalian membanggakan. Walaupun
kalian menyebalkan dan suka mengejekku.. huh :p
Aku
bangga mempunyai kalian di sisiku, jikalaupun kehidupan di dunia ini tidak
hanya sekali, aku tetap ingin menjadi adik bungsu kalian.. menjadi bagian dari
keluarga Muhammad Abduh.
Penuh
cinta kutuliskan ini, semoga keluarga kalian selalu berbahagia..
Keluarga
yang penuh sakinah, mawaddah, warahmah, dan menjadi keluarga dakwah yang dari
rahim-rahim kalian lah lahir mujahid-mujahidah yang menggerakkan roda-roda
dakwah di bumi ini..
*)cepatlah besar sayang, jadilah
seperti Abi Ummi-mu, jadilah seperti Ayah Mama-mu.. tidak, kalian harus lebih
dari mereka sayang… untuk dienmu..
yang selalu melukis senyum dan
mengundang rindu…
Muhammad Daffa’ Al Qassaam & Sausan
Alya Hafidzhah
Abdullah Ayyash Ad Dura & Annida
Sabrina Fathiya
Ini foto yang paling kusukai dari
sekian banyak foto pernikahanmu.. karena kau tertawa lepas di sini, entah
karena lucu dengan sikap ’saudara-saudaramu’ yang sempat-sempatnya membawa
bendera ‘kebanggaan’ kita, atau karena berkumpul dengan mereka membuatmu
bahagia dan menjadi diri sendiri.. hingga bisa nyaman tertawa…
Jazakumullah khairan katsira untuk
para panitia yang telah bekerja keras menyukseskan momen bahagia keluarga kami..
J