Dunia Tanpa Batas...

Kreatifitas Tanpa Batas...

Senin, 25 Juni 2012

Tentang kita, AKu dan Kau.. Abang..


Tentang kita, Aku dan Kau.. Abang…


Sebenarnya aku menyiapkan tulisan ini ketika menjelang hari-hari bahagiamu. Dan bermaksud mempostingnya tepat di tanggal 22 april 2012. Tapi urung kulakukan.. yaah tidak sempat, karena pagi itu benar-benar sibuk. Dan kau tahu saat itu aku sedang merapikan jas putih yang akan kau pakai untuk akad. Dan jadinya di bagian akhir ada sedikit tambahan pada hari H.
Mari mundur sejenak.. kembali ke masa kanak-kanak kita.. sekedar napak tilas sebelum memasuki duniamu yang baru..
Usia kita terpaut tiga tahun, semestinya kita adalah kakak beradik yang akrab karena usia kita tidak terpaut jauh.. tapi begitulah uniknya kita berdua, mungkin karena kau laki-laki dan aku perempuan.
Masa kanak-kanak aku lebih suka mengikutimu kemana saja, tentu karena usia yang masih lebih nyambung di banding dengan kakak perempuan yang lain yang beda usianya denganku selang Sembilan dan sebelas  tahun.
Tapi justru sikap itu yang membuatmu risih, bayangkan seorang anak laki-laki yang di ikutin mulu sama adik perempuannya, apa yang di mainkan bersama teman-teman sebayamu, itu juga yang ingin ku mainkan. Main gundu, layangan, panjat pohon, sudah jadi hal biasa buatku. Dan semuanya selalu berakhir sama, kita akan berkejar-kejaran, aku di depan dan kau di belakang. Tentu bukan sedang bermain, karena wajahmu yang mengerikan seperti hendak memangsaku, dan air mata yang melompat-lompat dari kedua kelopak mataku saat berlari pulang ke rumah menyelamatkan diri dengan lolongan panjang. Biasanya lebih sering ku panggil nama ‘mami’ untuk menyelamatkan hidupku saat itu. Begitulah sehari-hari, ada saja yang membuatku berlari menyelamatkan diri. Yang mengakrabkan kita adalah jika melakukan hal yang di sukai bersama, misalnya menonton film larut malam, bermain basket atau bulu tangkis. Selebihnya jangan harap melihat kita berdua tertawa bersama.
Beranjak remaja, satu sekolah menengah pertama bersamamu benar-benar hambar, walau satu sekolah tapi kita tidak pergi bersama dan begitu juga pulangnya. Tiap hari mami akan berdiri di depan rumah menungguku, dan akan masuk rumah jika sepedaku telah nangkring di samping rumah. Beliau selalu mengeluh karena kau tidak mau menungguku untuk pulang bersama, sedangkan aku cuek.. pikirku, sudah biasa. Di sekolah pun kau tidak mau menegurku, ‘pura-pura tidak kenal’ itu berlanjut hingga masa kuliah yang lagi-lagi dalam naungan kampus yang sama.
Dulu aku sering berfikir apa salah dan dosaku hingga di cuekin sebegini rupa. Tapi lama kelamaan ku pikir itu mungkin pengaruh masa kecil kita yang kurang akrab, padahal ketika kita lima bersaudara berkumpul, yang ada hanya tawa bahagia.. berbagi cerita tentang masa lalu, dan sekarang. Tapi akan kembali kaku bila itu hanya kau dan aku. Yaah kau dan aku persis seperti ‘ikhwan’ dan ‘akhwat’ saat bertemu, dingin dan kaku(jaman sekarang udeh gak ada ikhwan n akhwat yang kayak gini.. T.T ). Berbicara seadanya, tidak ada pertanyaan yang menanyakan “bagaimana kabarmu dik?” atau sebaliknya, bahkan di awal-awal bertemu denganmu, kepalaku akan lebih menunduk dalam menghujam bumi.. rasa-rasanya ingin cepat kabur menyudahi berbicara denganmu. Grogi, takut, semuanya campur aduk kayak gado-gado.
Satu organisasi denganmu pun kurang mengenakkan, aku akan lebih di kenal dengan sebutan, “adiknya kak ini..”, atau “adiknya akh itu.. “. Beban moril yang bikin pusing kepala, dari masa sekolah dasar hingga sekolah menengah umum selalu di kuntit bayang-bayang prestasi kakak-kakak itu sungguh bagai mimpi buruk!, kau akan selalu dibandingkan dari saudara yang satu dengan saudara yang lain. Terlebih jika tidak bisa mengungguli kalian, terutama kau kakak laki-lakiku satu-satunya. Well, nasib anak bungsu.. hegh..
Satu hal yang belum bisa ku biasakan denganmu adalah memanggilmu dengan sebuatan “kak..” atau “abang”, ketika menjadi “anak buahmu” dulu  ketika dipimpin olehmu dalam sebuah organisasi keluarga ( lima bersaudara lulusan organissi yang sama ), aku lebih sering menyebutmu  dengan sapaan “akh”, dan jika ada perlu denganmu, aku akan memilih memakai jasa perantara ikhwan lain untuk memanggilmu, “tolong panggilkan akh itu.. “. Haha sungguh adik yang tak berbakti, entah sejak kapan aku pun sudah lupa.. mulai tidak memanggilmu “kak”, mungkin karena dulu aku membencimu, membenci sikapmu yang selalu menzholimiku…
Sungguh ini semua adalah dari sisi pandangku, mungkin jika mendengar darimu adalah hal yang berbeda..
Kau tak mau menegurku di depan umum mungkin karena kau malu, mungkin kau tidak mau di ejek teman-temanmu, kau suka mengusirku ketika berbicara dengan tetangga-tetangga laki-laki yang merupakan temanmu karena kau tidak suka melihatku akrab dengan lawan jenis.. kau pernah tidak mau lagi memakai bajumu yang pernah ku pakai mungkin karena di ejek temanmu.. padahal sungguh saat itu itu aku menangisi diri dan berfikir aku bukanlah najis!. Tapi tak apa, itu salahku juga..
Kau tidak pernah mau memboncengku, kecuali itu terdesak atau karena intruksi dari mami.
Yaah mungkin sekali lagi karena kau malu atau takut di ejek, tapi mengapa kau malu mengakuiku?, yang membuatku berfikir aku adalah anak pungut yang di temukan di tempat sampah rumah sakit, seperti kalian( para kakak) yang suka mengejekku ketika kecil. Tapi mengapa kau mesti takut untuk di ejek?, apakah aku buruk rupa?, apakah karena aku tidak berprestasi?, apakah aku melakukan aib?.. tapi semua pertanyaan itu pupus seiring ku coba selalu berhusnudzon padamu. Bagaimanapun aku tidak terlalu mengenalmu bukan?...
Kau tidak pernah menjemputku pada malam hari sepulang mengajar privat, tapi itu juga karena aku tak pernah meminta, karena pernah ku bahasakan dengan tidak langsung tapi tidak kau tanggapi, sungguh tak peka pikirku. Akhirnya aku memutuskan tidak manja dan mandiri pulang malam walau mesti melanggar jam malam kos, tidak peduli dengan orang-orang mabuk yang suka nongkrong di lingkaran perumnas (Alhamdulillah tidak pernah di ganggu J ). Aku mandiri, tidak butuh kau. Hmm.. tapi mungkinkah itu caramu agar aku mandiri, tapi aku juga perempuan yang mestinya di jaga keselamatannya.. hufh.. mungkin kau merasa sudah percaya dengan keselamatanku karena pernah mengajarkan satu dua jurus untuk menyelamatkan diri, dan lebih tenang karena bela diri di keluarga kita bukanlah hal yang asing, atau mungkin karena tiap malam kau sibuk ‘diisi dan mengisi’.. entah apa pun itu.. belajarlah sedikit peka, terutama sejak kau menikah.. tapi memang begitulah sifat laki-laki, kalau ada perlu mesti di omong langsung terang-terangan.. ^^
Oh iya maafkan aku juga Abang, yang ketika kau sakit aku tidak menjengukmu atau menanyakan kabarmu..
Tapi ketahuilah, sebenarnya aku memberikan kabar sakitmu ke kakak kembar, dan menanyakan kabarmu ke teman kosmu. Karena aku bukanlah orang yang menampakkan perhatian terang-terangan, terlebih padamu.

Dua puluh enam tahun umurmu dan dua puluh tiga tahun umurku..
kita sudah dewasa, bukan lagi anak-anak yang suka bermain dan saling berkelahi..
Kita dewasa oleh tarbiyah, di didik olehnya membuat banyak perubahan dalam pribadi masing-masing. Kau tak lagi pemarah walau tetap menakutkan bagiku, kau mulai bisa memboncengku, kau mulai bisa meng-sms diriku dengan panggilan ‘dik’ ( sampai mau ku jedot kepalaku ke tembok saking tidak percaya membaca sms-mu  :D ), kau mulai terbuka tentang hal-hal pribadi. Bukankah ini adalah awal yang baik untuk kita berdua?, aku selalu membayangkan menggandeng tanganmu di depan umum, tapi pasti kau akan memasang tampang mengerikan yang membuatku urung melakukan itu, haha.. lagipula aku tak akan berani melakukannya.. itu memalukan buatku :D .
Bukankah kita saudara yang unik? ^^, aku selalu iri jika mendengar atau melihat teman-teman yang akrab dengan saudara laki-lakinya, tapi di situlah uniknya kita.. kita berbeda.. cara memberikan kasih sayang kita berbeda..
Kau tahu? betapa senang sekaligus malunya aku ketika kau memberikanku sebuah jam tangan berwarna ungu lebaran lalu ( pas ketika jam tanganku pada rusak ). Si kembar pun tak percaya kau melakukan itu.. ^^, sayangnya jam tangan itu sekarang tergeletak di laci karena baterenya mati. Tapi perlu ku beritahukan padamu, jika ingin memberikan sesuatu, tidak usah kau tawarkan.. langsung berikan saja. Dan jangan kau praktekkan hal seperti itu lagi pada istrimu nanti, jika ingin memberikan hadiah, berikan saja..

Tanggal 21 April sekarang, 26 tahun umurmu sekarang..
aku bolak-balik Abe-entrop mengurusi kelengkapan pernikahanmu esok, me-list kebutuhan agar tak ada yang luput. Memberi pertimbangan-pertimbangan kepada keluarga dan melakukan reportase langsung kepada si kembar. Mematikan teleponmu karena kesal.. yaah aku lagi kesal dengan caramu yang seolah-seolah menyalahkanku, padahal tentu kau yang lebih bingung saat itu di rongrong dari pihak keluarga. Harusnya aku lebih mengerti, maklum laaaah.. kan belum pernah nikaaaaaaaaaaah… :p

Tanggal 22 April sekarang, 26 tahun umurmu, dan 23 tahun umurku sekarang..
Kita bedua sudah bukan anak-anak lagi yang bermain bersama dan berkelahi setiap hari..
Tarbiyah mematangkan kita berdua setiap harinya..
Lihatlah aku kini, sedang menyiapkan jas putih yang akan kau kenakan di hari bahagiamu ini..
Ada air mata pagi ini.. Mengiring akadmu..
Bisa ku rasakan lega hinggap di pelupuk mata bapak dan mami, tuntas sudah kewajiban mereka sebagai orang tua. Tapi ada sedikit gelisah di hatiku, aku akan kehilanganmu.. abang yang tak pernah ku miliki akan menjadi milik orang lain.. tentu aku akan semakin tidak di pedulikan..
Aku terlupa, bahwa hari ini aku tidak kehilangan satu-satunya kakak laki-lakiku, justru aku akan mendapatkan satu lagi tambahan kakak perempuan.
Ada gelisah di sudut hatiku, sainganku bertambah batinku.. sungguh berbahagia perempuan yang menjadi menantu perempuan mami  satu-satunya , dan aku akan mulai terlupakan.
Aku terlupa, di hari ini aku tidak akan kekurangan kasih sayang mami, justru akan bertambah satu orang lagi yang  mengasihiku. Ada yang di bagi, ada pula yang bertambah..
Aku berbahagia untukmu hari ini Abang, semoga pernikahanmu di berkahi oleh Allah Azza Wa Jalla…
Tuntas sudah misiku hari ini..
Selesai sudah ‘perjanjian’ antara aku dengan beliau..
Menuruti untuk semuanya sesuai runut.. mulai sekarang, akan kubuka lembar bahagiaku sendiri..
Dan ketika tiba saatnya, aku akan membutuhkan kalian semua kakak-kakakku.. untuk menjadi tameng ketika ku mengatakan ‘tidak’ dan menjadi pendukungku ketika ku berkata ‘ya’… 
itulah serunya kita lima bersaudara.. karena yang mengikat kita bukan hanya ikatan sedarah semata, namun ikatan yang lebih kuat dari itu…
Aku menyayangi ( kata mencintai rasanya terlalu.. aaaaaahhh membuatku merinding :D ) kalian semua kakak-kakakku yang hebat!.. sungguh kalian membanggakan. Walaupun kalian menyebalkan dan suka mengejekku.. huh :p
Aku bangga mempunyai kalian di sisiku, jikalaupun kehidupan di dunia ini tidak hanya sekali, aku tetap ingin menjadi adik bungsu kalian.. menjadi bagian dari keluarga Muhammad Abduh.
Penuh cinta kutuliskan ini, semoga keluarga kalian selalu berbahagia..
Keluarga yang penuh sakinah, mawaddah, warahmah, dan menjadi keluarga dakwah yang dari rahim-rahim kalian lah lahir mujahid-mujahidah yang menggerakkan roda-roda dakwah di bumi ini..

*)cepatlah besar sayang, jadilah seperti Abi Ummi-mu, jadilah seperti Ayah Mama-mu.. tidak, kalian harus lebih dari mereka sayang… untuk dienmu..
yang selalu melukis senyum dan mengundang rindu…
Muhammad Daffa’ Al Qassaam & Sausan Alya Hafidzhah
Abdullah Ayyash Ad Dura & Annida Sabrina Fathiya
 

Ini foto yang paling kusukai dari sekian banyak foto pernikahanmu.. karena kau tertawa lepas di sini, entah karena lucu dengan sikap ’saudara-saudaramu’ yang sempat-sempatnya membawa bendera ‘kebanggaan’ kita, atau karena berkumpul dengan mereka membuatmu bahagia dan menjadi diri sendiri.. hingga bisa nyaman tertawa…
Jazakumullah khairan katsira untuk para panitia yang telah bekerja keras menyukseskan momen bahagia keluarga kami.. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar